Sunday, 26 May 2013

Penerapan Open Access , Copyright, Common Creative Writing di Perpustakaan



oleh: Fenty Yunitha

Open Access atau dapat diterjemahkan sebagai akses bebas adalah sebuah fenomena masa kini yang berkaitan dengan dua hal: keberadaan teknologi digital dan akses ke artikel jurnal ilmiah dalam bentuk digital. Internet dan pembuatan artikel jurnal secara digital telah memungkinkan perluasan dan kemudahan akses, dan kenyataan inilah yang ikut melahirkan Open Access (disingkat OA). Secara lebih spesifik, OA merujuk ke aneka literatur digital yang tersedia secara terpasang (online), gratis (free of charge), dan terbebas dari semua ikatan atau hambatan hak cipta atau lisensi. Artinya, ada sebuah penyedia yang meletakkan berbagai berkas, dansetiap berkas itu disediakan untuk siapa saja yang dapat mengakses.
Berdasarkan pengertian itu, maka OA otomatis juga membebaskan hambatan akses yang biasanya muncul karena biaya (entah itu biaya berlangganan, biaya lisensi, atau membayar-setiap-melihat alias pay-per-view fees). Selain itu, OA juga menghilangkan hambatan yangtimbul karena perijinan sebagaimana yang ada dalam setiap karya yang dilindungi hak cipta. Dalam praktiknya, terdapat pula keragaman dalam hal-hal yang dibebaskan. Misalnya, ada penyedia OA yang tidak peduli apakah berkas yang diambil dari tempat mereka akan dipakai untuk tujuan komersial atau tidak. Ada juga penyedia yang melarang penggunaan untuk kepentingan komersial. Sebagian penyedia menyediakan karya-karya salinan, sebagian lagi hanya menyediakan karya orisinal. Namun, apapun perbedaannya, semua penyedia OA sepakat bahwa berkas digital yang mereka miliki harus terbebas dari hambatan harga dan perijinan. OA membuat pernyataan mengijinkan semua orang "menyalin, menggunakan, menyebarkan, mengirimdan menampilkan sebuah karya kepada umum, termasuk membuat karya turunannya, dalam segala medium digital". Bersamaan itu, juga ditegaskan bahwa harus ada penghargaan yang memadai bagi pengarang (proper attribution of authorship).

            Copyright  atau dalam bahasa Indonesia adalah hak cipta merupakan hak kekayaan intelektual sesorang terhadap suatu karya yang telah diciptakannya, nisa berupa tulisan, lagu, nama atau ciptaan lainnya. Secara hukum hak cipta adalah hak memberi izin dan hak mendapatkan kompensasi. Izin berarti kebebasan untuk menentukan apakah akan memberikan izin kepada orang lain untuk meminta bayaran sebagai imbalan. Kompensasi adalah imbalan yang diberikan orang lain kepada seorang pencipta yang karyanya telah dikutip atau disebarluaskan orang lain. Hak cipta pada dasarnya adalah hak memperbanyak suatu ciptaan dan ciptaan dapat disebarluaskan atau di perbanyak jika telah mendapatkan persetujuan dari sang penciptanya. Hak perbanyakan adalah hak kekayaan intelektual yang paling dasar dan substansial. Hak perbanyakan ini berarti kita menggunakan bagian atau seluruh ciptaan untuk membuat produk yang lain, membuat salinannya atau membuat rekaman audio visualnya, dan sebagainya. Mengeksploitasi suatu karya berarti menggunakan hak kekayaan intelektual yang dimiliki seseoarang.ini berarti bahwa harus ada kesepakatan mengenai penggunaan hak cipta antara pemegang hak cipta dan orang yang ingin mengeksploitasi karya yang bersangkutan. Hak cipta pada dasarnya terdiri dari hak memberi orang lain izin untuk mengeksploitasi suatu ciptaan dan hak untuk meminta imbalan berupa uang. Izin eksploitasi hak cipta tidak harus langsung dengan penciptanya, tapi bisa juga dengan penerbintnya atau keluarga yang bersangkutan. Memperbanyak suatu karya jika untuk kepentingan perorangan atau dalam lingkungan keluarga itu diperbolehkan serta jika untuk kepentingan pendidikan juga diperbolehkan. Namun jika memperbanyak karya untuk kepentingan bisnis atau komersial itu dilarang dan harus mendapatkan persetujuan dari penciptanya untuk perlindungan hak cipta intelektual.

            Cara menulis atau mengutip karya sesorang dengan baik dan benar, maka kita akan terhindar dari pelanggaran hak cipta. Mengutip sebuah ciptaan adalah salah satu bentuk dari eksploitasi sebuah ciptaan, tetapi jika masih dalam batasan yang wajar maka tidak ada pembatasan hak cipta, dan ciptaan bersangkutan bebas dikutip. Pengutipan dari ciptaan seseorang tidak boleh lebih dari satu lembar, jadi diupayakan sedikit mungkin kita mengutip. Kutipan yang ditulis harus sesuai dan seorisinil mungkin. Sumber kutipan juga harus ditulis dengan jelas. Bisa juga ditulis dengan menggunakan footnote atau catatan kaki.
           
            Penerapan di perpustakaan yang merupakan lembaga akademik, maka perpustakaan harus mengambil kebijakan yang tidak melanggar Undang-Undang dengan cara melindungi hak cipta karya seseorang. Perpustakaan biasanya memberlakukan Open Access tapi masih dalam penggunaan yang wajar dan telah mendapatkan persetujuan dari pihak terkait. Kebijakan yang biasanya berlaku di perpustakaan adalah memperbolehkan eksploitasi hak cipta selama masih dalam konteks pendidikan dan bukan untuk komersil. Dalam memperbanyak karya juga dibatasi maksimal 3 lembar dan harus dicantumkan sumber yang jelas agar tidak terjadi pelanggaran hak cipta.

            Sumber:
1.       Putu Pendit Ph.D, yang dimuat di milis ICS (Indonesian Ctber Society), tanggal 6 Nov 2007.
2.      HOZUMI, Tamotsu. 2006. Asian Copyright Handbook : Buku Panduan Hak Cipta Asia Versi Indonesia. Jepang : Asia/Pacific Cultural Centre for UNESCO (ACCU) Ikatan Penerbit Indonesia

Friday, 17 May 2013

Taman Baca Masyarakat


Hidup Dan Matinya TBM
Oleh: Fenty Yunitha

            TBM atau Taman Baca Masyarakat adalah terobosan baru yang dilakukan pemerintah dalam usaha mengentaskan masyarakat dari tuna aksara. Bayak di wilayah Indonesia yang sebagain masyarakatnya belum mengenal pendidikan bahkan mereka belum bisa membaca. Biasanya mereka ini dari kalangan tidak mampu yang pekerjaanya tidak menentu dan untuk makan saja mereka kesusahan. Usaha pemerintah ini banyak mendapatkan respon positif dari dunia pedidikan dan perpustakaan. TBM ini sasarannya jelas karena langsung berdiri dan berkembang di lingkungan masyarakat, sehingga TBM bisa mengetahui latar belakang sosial dari masyarakat sekitar, sehingga memudahkan TBM untuk memenuhi kebutuhan akan informasi dari seluruh masyarakat disekitarnya. Meskipun, di zaman secanggih ini, masyarakat lebih suka dengan sesuatu yang instan dengan menggunakan internet mereka bisa megetahui informasi dengan cepat. Disini TBM mejadi salah satu alternatif bagi masyarakat yang kurang mampu dan tidak paham dengan teknologiuntuk mendapatkan informasi dengan mudah dan gratis. Pemerintah menyerahkan kepengurusan TBM sepenuhnya kepada masyarakat untuk meleyani masyarakat. Sehingga bisa dikatakan bahwa TBM adalah dari masyarakat dan untuk masyrakat pula. Walaupun, tidak jarang masyarakatnya sering sibuk sendiri dan tidak lagi memperhatikan TBM, bahkan ada beberapa TBM yang sudah tidak berjalan sesuai dengan tujuan dan fungsi semula alias mati.
            Menurut Departemen Pendidikan Nasional Pedoman Pengelolaan Taman Baca Masyarakat (TBM) tahun 2003, TBM adalah
  1. Sebuah tempat atau wadah yang didirikan dan dikelola baik masyarakat maupun pemerintah untuk memberikan akses layanan bahan bacaan bagi masyarakat sekitar sebagai sarana pembelajaran seumur hidup dalam rangka peningkatan hidup masyarakat.
  2. Suatu lembaga atau tempat yang mengelola bahan kepustakaan ( buku dan bahan lainnya) yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai tempat penyelenggaraan program pembinaan kemampuan membaca dan belajar, sekaligus sebagai tempat untuk mendapatkan informasi bagi masyarakat.
Seperti yang kita ketahui, usaha pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat telah terlihat dari banyak berdirinya TBM diberbagai daerah. TBM mampu menjangkau wilayah yang tidak mampu dijangkau oleh teknologi, sehingga para warga pun menyambut dengan baik kabar ini. TBM hadir ditengah – tengah masyarakat dengan tidak mengenal batasan siapa saja yang akan bergabung. Semua masyarakat bisa merasakan dan memanfaatkan TBM tidak terkecuali anak-anak, remaja, orang tua, kaum terpelajar, pegawai bahkan anak gelandangan dan pengamen juga bisa menjadi anggota TBM ini. Koleksi yang dimiliki TBM juga beragam sesuai dengan kebutuhan warganya, ada koleksi pendidikan, koleksi buku kerajinan untuk meningkatkan kreasi masyarakat, koleksi dongeng dan cerita untuk anak, dan sebagainya. Selain itu TBM juga menyediakan fasilitas yang memadai untuk masyarakat sekitarnya. Dengan tidak membatasi siapa saja yang bergabung ke TBM ini, maka ilmu dan pengetahuan bisa dimiliki siapa saja tanpa harus membayar. Selain itu masyarakat juga dituntut untuk bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan TBM, sehingga jalannya TBM bergantung pada masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini selain pemerintah yang berperan penting dalam berdirinya TBM, masyarakat juga memiliki peran penting dalam hidup dan matinya TBM. Sebuah TBM bisa dikatakan hidup bila masyarakatnya berhasil dalam menumbuhkan minat baca warganya, dan TBM bisa dikatakan mati jika masyarakatnya gagal dalam menumbuhkan minat baca warganya. Sehingga masyarakat dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif dalam mengembangkan TBM agar menarik simpati warganya untuk datang dan mau membaca koleksi yang ada di TBM.
            Langkah yang harus dilakukan untuk menghidupkan TBM adalah dengan cara sosialisasi terhadap masyarakat sekitar tentang pentingnya TBM itu sendiri, sehingga warga tahu tentang visi, misi dan tujuan dari TBM. Selain itu  juga mengadakan acara rutin tiap minggunya, seperti mengadakan story telling, mengadakan lomba mewarnai dan menggambar, lomba puisi untuk anak hingga remaja. Sedangkan untuk orang dewasa bisa diadakan pelatihan membaca bagi yang belum bisa membaca dan penyuluhan cara berkreasi masakan dan kreasi berjilbab untuk ibu-ibu rumah tangga. Acara ini dikemas semenarik mungkin agar masyarakat berminat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan di TBM. Kegiatan ini akan menimbulkan kesan yang baik dari masyarakat sehingga mereka akan sering berkunjung ke TBM dan secara tidak langsung mereka akan membaca koleksi yang disediakan.
            TBM memiliki peranan penting dalam menyiarkan pentingnya pendidikan alternatif serta menumbuhkan tradisi membaca sekaligus sebagai tempat untuk mendapatkan informasi bagi masyarakat. Masyarakat juga memiliki  peranan penting terhadap berlangsungnya TBM, karena TBM hadir untuk masyarakat sehingga masyarakatlah yang menjadi tokoh utama dalam penyebaran informasi dan peningkatan budaya membaca. TBM sangat bergantung pada masyarakat, bila minnat baca masyarakat suatu daerah itu tinggi, maka masyarakat akan antusias terhadap TBM dan mereka pula yang akan menghidupkan TBM. Tapi apabila minat baa masyarakatnya rendah, maka mayarakatnya tidak  akan peduli dengan adanya TBM, dan TBM akan berjalan sebentar kemudian mati. Bahkan tidak jarang banyak TBM yang ditinggalkan oleh masyarakat karena kurangnya kepedulian mereka akan informasi dan pengeahuan.
            Oleh karena itu kita harus sadar dan mau membantu pemerintah untuk upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang tidak buta aksara dan usaha untuk meningkatkan minat baca dan budaya baca masyarakat. Karena dengan meningkatkan budaya baca masyarakat pada akhirnya diharapkan terciptanya masyarakat yang gemar membaca dan masyarakat yang cinta pada buku. Selain itu TBM juga merupakan upaya pemerintah untuk menyediakan sarana pembelajaran masyarakat secara gratis.











Tuesday, 14 May 2013

Saturday, 20 April 2013

Pustakawan Hebat


Cerita Sukses Dibalik  Bangku Kuliah : Ilmu Perpustakaan

Hai..
Perkenalakan nama ku Fenty Yunitha, umur ku 19 tahun dan aku suka update di facebook dan twitter. SMK Negeri 7 Yogyakarta adalah almamater ku tercinta dengan jurusan Administrasi Perkantoran. Waktu sekolah aku enggak pernah ngebayangin bakalan kuliah lho, karena kebanyakan anak SMK setelah lulus ya kerja kalau enggak nikah. Setelah dikatan LULUS, itu rasanya seneng banget dan pengen kasih tau ke semua orang kalau aku LULUS dengan nilai yang memuaskan. Dulu sempat merasa galau tantang pandangan setelah lulus smk. Orang tua hanya bisa mendukung apa yang aku inginkan. Mereka setuju jika aku bekerja dan mereka juga setuju kalau aku kuliah. Dan setelah memikirkan jalan mana yang akan aku tempuh, aku menjatuhkan pilihan untuk kuliah, dan belum tahu juga bakal kuliah dimana. Dulu sempet pengen jadi guru dan pengen kuliah di UNY. Yah.. tapi apa daya tangan tak sampai, akhirnya jatuhlah pilihan kuliah di UIN Sunan Kalijaga. Kuliah di UIN itu pilihan pertama Ilmu perpustakaan dan informasi (S1) pilihan kedua PII (D3) dan pilihan ketiga Ilmu Komunikasi. Tak disangka dan tak diduga ternyata diterima di pilihan pertama, yaitu Ilmu Perpustakaan dan Informasi (S1).
Semester pertama dan kedua masih santai dan terbawa suasana disekolah dulu. Belum serius, masih senang main dengan teman masa smk dan jujur bolos kuliah itu ringan dan sudah biasa dilakukan. Semester ketiga masih belum juga terlalu paham mau dibawa kemana ilmu ku ini besok setelah lulus. Semua pandangan hanya tertuju pada perpustakaan dan pustakawan. Semester keempat sudah mulai banyak tugas dan menghadapi mata kuliah yang berat. Semua menyita waktu dan pikiran ku. Disini sudah bisa terbayang besok didunia kerja akan seperti apa dan siapa saja yang akan kita hadapi besok. Semua tugas membuat ku merenung dan berfikir, apa yang sebenarnya aku cari disini dengan status menjadi Mahasiswi jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Semua kembali lagi dipikiran ku bahwa aku akan menjadi seorang pustakawan dan berkerja di perpustakaan.
Pernah terpikirkan untuk menjadi seorang Pustakawan di pelosok pedalaman dan mengabdikan ilmu disana. Sungguh profesi yang mulia dan membanggakan bila bisa berbagi ilmu dan memajukan ilmu pengetahuan penduduk di pelosok desa. Pustakawan juga bisa menjadi figur seorang guru, yaitu membagikan ilmu yang kita miliki kepada orang lain. Pustakawan memiliki banyak pengetahuan dan referesi untuk membantu orang lain menemukan jawaban dari setiap masalah yang dihadapi seseorang. Pustakawan juga butuh diperhatikan dan diberikan apresiasi. Sayangnya, masih banyak orang yang belum mengerti dengan profesi pustakawa itu sendiri. Nah, sejak munculnya pemikiran ini, aku mulai berkeinginan untuk memperkenalkan proesi pustakawan dan menjadikan profesi pustakawan itu sebagai daftar cita-cita untuk anak sekolah. Ingin rasanya melanjutkan kuliah di S2 dengan jurusan yang sama dan menjadi Duta Perpustakaan. Kenapa hanya ada Duta Pariwisata, Duta Anti Narkoba dan duta lainnya, tapi tidak ada Duta Perpustakaan. Semoga dimasa depan ada Duta Perpustakaan ya guys... SALAM PUSTAKAWAN !!!!
Ini cerita ku,, apa cerita mu ???

Saturday, 16 March 2013

Yuk Cari Tahu Tentang “ Perpustakaan Untuk Rakyat ”

REVIEW
KULIAH UMUM ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI
Tema
“ Perpustakaan  Untuk  Rakyat ”

            Kuliah umum ini ditujukan untuk prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi, dengan menghadirkan pembicara Bapak Blasius Sudarsono, Ibu Afia Rosdiana dan Ratih Rahmawati dengan tema bahasan perpustakaan untuk rakyat. Kuliah umum ini dilaksanakan pada Senin 11 Maret 2013 yang bertempat di Gedung Teatrikal Perpustakaan Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta. Diikuti mahasiswa jurusan Ilmu Perpustakaan dari semua angkatan, sehingga pesertapun membludak. Banyak pula peserta yang tidak bisa masuk dan tidak mendapatkan tempat duduk. Peserta ada pula yang rela untuk duduk di bawah atau istilahnya lesehan. Bisa dibilang acara ini sukses dan mendapatkan antusias yang baik dari para mahasiswa, dengan ditandai membludaknya peserta kuliah umum. Review ini ditujukan untuk mengetahui seberapa sukses dari acara kuliah umum dan berbagi informasi untuk mahasiswa yang tidak bisa menghadiri acara kuliah umum tersebut.
            Perpustakaan untuk rakyat merupakan tema yang menarik tentunya untuk dibahas dalam kuliah umum kali ini, karena akan menyangkut dengan profesi pustakawan. Pembahasan pertama kali diawali dengan Ibu Afia Rosdiana yang merupakan perwakilan dari Perpustakaan Kota Yogyakarta yang menyinggung tentang taman baca masyarakat (TBM). Menurut beliau adanya TBM merupakan kabar yang menggembirakan bagi dunia perpustakaan, karena akan memberikan nuansa baru bagi masyrakat. TBM ini merupakan bantuan dari Dinas Pendidikan pad sekitar tahun 2009. Perpustakaan masyarakat atau TBM mempunyai ruh yang sama yaitu mengembangkan minat baca. Untuk mendekatkan masyarakat ke perpustakaan berimbas pada mendekatkan masyarakat untuk ke perustakaan kota. TBM dibuat semenarik mungkin denga mengadaka kegiatan-kegiata yang menarik.
                Sedangkan mbak Ratih Rahmawati hanya menanggapi tentang masalah bukunya dengan Bapak Blasius, dan menceritakan kegalauannya mengenai profesi pustakawan. Mengenai artikel yang ditulis oleh mbak Ratih mengenai perpustakaan yang ada di Jogja dan Sleman, beliau mengatakan bahwa itu hanya urusan kebijakan. Mbak Ratih berharap mahasiswa lebih aktif untuk bertanya.
Pada awalnya pustakawan jarang menulis, hal tersebut dialami beliau saat mengajar di Universitas Indonesia tahun 1981. Sejak itu masa penantian beliau dimulai. Setiap tahun tidak pernah ada yang merespon ajakan beliau untuk menulis. Tahun 2012 dengan mantap Ratih mau untuk berkolaborasi dengan beliau. Pak Blasius mengatakan, bagaimana menyesuaikan pola pikir dua orang memenag tidak mudah. Bukan masalah instansinya tetapi lebih kepada persepsi dua generasi yang mempunyai selisih umur. Kemudian beliau mulai membahas tentang TBM atau perpustakaan bukan tujuan akhir namun hanya antaran. Kalau diantaran saja sudah bertengkar, bagaimana tujuan akhir tersebut akan tercapai? Sayangnya, pembukaan UUD 1945 tidak secepatnya diinternalisasikan kepada bangsa Indonesia.
Pustakawan yang memiliki kepustakawanan, pilar kepustakawanan adalah:
  1.    Pada dasarnya kepustakawanan adalah panggilan hidup.
  2.    Kepustakawanan adalah spirit of life.
  3.   Kepustakawanan adalah karya pelayanan
  4.   Kepustakawanan dilakukan dengan profesional
Jika diibartkan mata uang, kepustakawanan bisa dilihat dari satu koin. Kepustakawanan lebih dekat dengan kemampuan, memahami yang mau daripada yang mampu. Hal-hal tersebut yang menjadi motivator dan inspirator untuk pak Blasius.
Interaksi kemampuan dan kemauan dari sorang pustakawan, diibaratkan oleh beliau sebagai BRR, yaitu Bright, Right, Rije. Pustakawan itu harus cerdas. Cerdas yang benar itu yang seperti apa? 3 pendekatan:
1.      Soft site
2.      Kemampuan
3.      Pustakawan ideal

Buku Perpustakaan untuk rakyat tersebut mengadaptasi buku Sri Sultan HB IX yang berjudul Tahta untuk Rakyat. Kita perlu berfikir secara sareh, yaitu cerdas dan hening. Perpustakaan adalah jalan sunyi dan berdaki, penuh penantian dan harapan.

            Pada forum diskusi banyak dari para peserrta yang bertanya baik itu tentang tema yang berkaitan dengan perpustakaan untuk rakyat atau juga tertarik untuk menanyakan tentang buku karangan Bapak Blasius dan Ratih Rahmawati. Semoga kuliah umum pada tuhun ini dapat memberikan wawasan dan pencerahan baru di dunia perpustakaan dan pustakawan akan semakin mantap dengan profesinya. Semoga juga review ini bisa membantu para mahasiswa prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang tidak bisa hadir pada kuliah umum tersebut. ^_*